2 Juni 2019.. Hmm, mungkin perlu rewind ke beberapa
hari sebelumnya ke tanggal 22 Mei. Tepatnya pada saat saya tahu kalau Bigreds
(kelompok suporter resmi yang diakui langsung oleh Liverpool FC) Banjarmasin
akan mengadakan nobar final UEFA Champions League. Tentu beda atensinya
dibandingkan nobar yang biasa saya hadiri pada saat bulan Agustus-September
2018 (kebetulan sebelum PPL) karena nggak setiap tahunnya bisa melihat
Liverpool FC main di final UCL. Kemudian saya langsung merencanakan dengan
baik-baik untuk mengatur jadwal supaya nggak berbentrokan dengan tanggal sakral
tersebut (Ugh, lebay
banget deh).
Tentu supaya saya tidak kecewa seperti tahun lalu, rencana nobar di hotel
ujung-ujungnya malah streaming makai laptop sendiri dan kalah 1-3 dari Real
Madrid. Btw, thanks for the memories, Loris Karius :). Jadi setelah dapat teman
nobar (maklumin, saya buta arah dan nggak hapal jalan ke lokasi nobar padahal
biasanya nobar sendirian) langsung dah otw kesana beberapa hari kemudian pas jam 1 pagi .-. . Sempat di jalan sekitar Kayutangi,
ada orang yang meneriakkan ke saya seperti ini "Liverpool FC juara!!"
sambil berlalu melewati saya yang sambil berkendaraan (mungkin karena saya
waktu itu makai jersey nameset Gerrard yang notabene pemain legenda LFC) yang
membuat saya makin antusias dan semangat buat datang ke tempat nobar.
Pas
datang ke sana? Damn, benar-benar penuh, karena waktu itu juga pas malam Minggu
dan khalayak umum yang biasanya nongkrong sehari-hari disana juga ada disana, bahkan
sampai tempat outdoor nya sekalipun terlihat penuh (padahal saya datangnya jam
setengah 2, pertandingan baru dimulai sekitar 1 setengah jam lagi) . Ya, saking
ramainya saya sempat nonton pertandingannya sambil berdiri (cem tribun berdiri
yang biasanya ada di stadion 17 Mei, wkwkwk)
Cuaca
hujan deras di tempat kafenya sebelum kick-off makin membuat suasana sempat tak
terkendali karena yang nobar di outdoor ikut berteduh di dalam sehingga
tempatnya benar-benar full. Saking fullnya, saya sempat ketemu sama teman waktu
SD yang kebetulan beberapa hari sebelumnya sudah ketemu pada saat bukber.
Sambil nunggu kick-off, saya pun chit-chat unfaedah dengannya. Sembari menunggu
kick-off, pembawa acaranya yang makai jersey original Liverpool musim 2006-2008
itu (saya tahu kalau jersey original karena nggak ada yang jual jersey itu
denga versi GO) mengajak para hadirin buat mengikuti kuis dan lainnya. Disaat
mau mulai, para supporter langsung menyanyikan (sembari berteriak) chant
“You’ll never Walk Alone” dan “Allez Allez Allez”. Benar-benar dahsyat
atmosfirnya walaupun cuma nobar, tapi saya dan seluruh penonton langsung chant
dengan menggelegar, melambaikan scarf, bertepuk tangan, mengarahkan tangan ke
depan dan menyalakan flare di area outdoor kafe. (mungkin terlalu hiperbola ya,
tapi kenyataannya begitu kok. Beda banget saat dibandingkan nobar bareng
Persija) Kick off dimulai, para suporter juga langsung berteriak bermacam-macam
kalimat penyemangat seperti “We conquered Europe”, “We Are Liverpool”, “C’mon
boys, let’s do it” dan banyak lainnya. Menit pertama langsung dapat penalti,
para fans langsung histeris dan nggak menyangka bakal dapat kesempatan mencetak
golnya di awal pertandingan. Saat M. Salah yang mengeksekusi penaltinya, kami
serentak teriak chants yang didedikasikan untuknya “Mo Salah, Mo Salah. Running
down the wing. Salah la la la la la la laaaaa. The Egyptian King.” Dan setelah
gol, para supporter sangat berbahagia dan saling berpelukan (nggak peduli
orangnya kenal atau nggak, yang penting saling peluk siapa saja) Kemudian,
pertandingan menjadi monoton, mengutip dari salah satu komentar teman IG saya
(di salah satu postingannya Valentino ‘Jebret’ Simanjutak) yang kebetulan fans
Real Madrid “Boring game” dan memang terlihat seperti itu.. setidaknya sampai
babak pertama selesai.
Selesai
babak pertama, langsung makan buat sahur di tempat. Yang paling dicari tentunya
minuman karena suara saya benar-benar habis disaat itu, sesuatu yang nggak
pernah saya rasakan di nobar-nobar sebelumnya. Dan sepertinya nyaris seluruh
fans yang nobar juga merasakan hal yang sama. (sebagian penonton umum sudah
pulang, maka kami berdua akhirnya bisa dapat tempat duduk pada saat istirahat
babak pertama) Lanjut ke babak kedua, permainan nggak menjadi membosankan,
banyak serangan dari tim Tottenham yang membuat pertahanan Liverpool FC
benar-benar diuji saat itu. Beberapa kali kami applause sambil tepuk tangan
karena Van Dijk dan Allison Becker benar-benar berkontribusi terhadap
pertahanan, sesuai dengan harga mahal transfernya. Kemudian para fans pun
sendiri sadar, bahwa kalau cuma fokus bertahan, tinggal tunggu waktu saja
sampai pemain di pertahanan Liverpool hilang konsentrasi dan kebobolan. Jadi
pada saat Origi cetak gol di menit akhir dari set piece corner kick, semuanya
langsung teriak-teriak bahagia nggak jelas. Ada yang bilang “Champion,
champion” “Not five anymore, but six” “Yeah, logo di Badge of Honor UCL ganti
ke angka 6” dan sampai menyalakan suar (lagi.)
Pertandingan
selesai, suasana benar-benar dahsyat. Chant di awal pertandingan kembali
dinyanyikan, banyak yang bersuka cita dan terlihat senang. Benar-benar sebuah
kebahagiaan tersendiri bisa menyaksikan gelar pertama Liverpool sejak tahun
2012 dan UEFA Champions League yang pertama sejak tahun 2005. Suara saya (dan sepertinya
sebagian para fans) benar-benar habis dan langsung berubah sesaat setelah
selesai karena benar-benar berteriak, menyanyikan chant dan merayakan
kebahagiaan itu dan tentunya menghapus kenangan buruk pada saat tahun lalu
(tapi seriusan, suara saya baru normal seperti biasa setelah beberapa hari
kemudian -_-.) Merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi saya bisa
menyaksikan tim favorit menjuarai kompetisi yang diikutinya. Pas saat nobar
Persija, saya hanya bisa menangis kecil karena terharu dan bahagia bisa lihat
juara Liga 1 Indonesia. Tapi kali ini, saya benar-benar tertawa bahagia dan
senang karena bisa melihat Liverpool juara UCL. Yah maklumin lah, saya dukung
klub bukan karena prestasinya. Oke oke, mungkin prestasi bisa jadi alasan, tapi
itu bukan alasan utamanya. Tapi alasan utama saya mendukung suatu klub karena
faktor suporter melalui dukungan klub, banyak mengembangkan pemain muda dan
faktor tempat asal keluarga. (Bukan karena faktor geografis ea) Jadi paham kan
kenapa saya jadi dukung Liverpool FC, Bayer Leverkusen, Persija Jakarta dan
Persis Solo? Well, itulah alasannya. Oke, isi tulisan nirfaedah ini telah
selesai. Bagi yang telah baca, makasih banyak. Tapi kalau yang nggak mau baca?
Biasa aja sih, saya mah selow aja. Lagian saya nulis ini karena gabut pas hari
Lebaran, wkwkwkwk. See ya.